10th April

adalah hari dimana kau kembalikan kacamata yang kau temukan dua hari sebelumnya.

Dua hari sebelumnya. Kau berkata kacamata itu tiba-tiba saja ada disana, di antara serakan buku-bukumu diatas meja, "Aku duduk dua jam lamanya berusaha mengingat-ingat kenapa, bagaimana, dan darimana kacamata itu tiba-tiba ada."

Aku bertanya, "Kenapa, kamu nggak suka?"

"Suka. Kamu kan tahu kacamataku pecah minggu lalu dan aku belum beli lagi. Masalahnya nggak pernah ada orang yang masuk kamarku sejak dua bulan yang lalu, jadi kacamata itu harusnya nggak ada disana!"

Selama dua hari kau terobsesi pada kacamata yang hadir tiba-tiba, sampai tadi,

"Minusnya sesuai dengan mata kamu kan?"

Kau mengangguk gelisah, "Aku nggak ngerti. Orang bilang mereka sering mencari-cari sesuatu untuk melengkapi mereka dan menemukannya justru disaat mereka berhenti mencari...Ini kacamata yang aku perlu, memang. Tapi masalahnya aku nggak pernah nyari kacamata ini, jadi waktu kacamata ini tiba-tiba ada, aku merasa..."

"Apa?"

"Aneh.Orang-orang yang mencari-cari sesuatu itu pasti merasa senang kan waktu mereka menemukan apa yang mereka perlu justru disaat mereka berhenti?"

Aku menganggguk.

"Sementara aku nggak merasa senang sama sekali karena walaupun ini kacamata yang aku perlu, tapi aku nggak pernah nyari. Jadi aku cuma ngerasa aneh..."

Aku mengurut bahumu, "Kamu menemukan apa yang kamu perlu, tapi bukan yang kamu cari, maka dari itu kamu merasa aneh?"

Kau mengangguk, "Aku tidak pernah mencari. Tapi anehnya justru sekarang disaat aku menemukan yang aku perlu, aku jadi..."

"...tau apa yang ingin kamu cari." aku menyelesaikan kalimatmu. "Lalu apa yang terjadi?"

Kau lalu bercerita bahwa malam sebelumnya, kau berpikir panjang dan memutuskan bahwa kau tidak suka kacamata itu ada disana. "Walaupun meja itu penuh barang lain dan kacamata itu nggak terlalu besar, tapi aku merasa keberadaannya ganggu, jadi aku pindahin aja."

"...Problem solved?"

Kau menggeleng. "Sesudah itu aku merasa lebih aneh lagi karena ada spot kosong dimana kacamata itu biasanya berada."

"Lebih aneh?"

"Lebih menyiksa." jawabmu. "Aku tahu apa yang aku ingin cari, tapi...Aku tidak bisa mencari dengan benar tanpa kacamata."

"Mungkin yang kamu cari akan memberi kacamata yang lebih bagus lagi."

Kau mendesah, "Mungkin..."

Aku tahu kau mulai lagi dengan obsesimu yang lain; me-manage ekspektasi. Kau menatap lama ke gelas bening dihadapanmu dan berkata perlahan, "Aku tahu apa yang aku ingin cari, dan mungkin aku bisa mencarinya tanpa kacamata...Tapi bagaimana kalau yang aku cari itu tidak pernah muncul karena aku baru mulai hari ini? Apa aku harus hidup setiap hari tanpa kacamata?"

"Ada air terjun dan peri dipinggirnya berkata dibawah sana ada surga tempat kamu akan akhirnya mengerti 'bahagia membuatmu ingin terjun bebas supaya bahagia. Tapi lalu peri lain di pinggir satu lagi berkata kok kamu bisa percaya gitu aja, gimana kalau dibawah sana nggak ada apa-apa? Gimana kalau dibawah sana cuma ada batu-batuan dimana nggak ada pilihan lain buat kamu kecuali mati dengan sukses? ." ujarku, "Kamu mau terjun supaya tahu walaupun mungkin kamu akan tahu dan mati, atau mau pulang dan tetap hidup agak lama tanpa pernah tahu sama sekali? Kamu akan tetap mati akhirnya. Mati tanpa pernah tahu."

Kau diam agak lama, membiarkan jantungku berdegup gila, dan akhirnya berkata, "Maybe I'm a coward...

...No. I am a coward."

"Karena?"

"Karena aku akan mengembalikan kacamata itu keatas meja."

Lalu kau berdiri dan pergi.

Dan aku tahu kau tak akan kembali. Sebagus apapun kacamata yang tadinya kan kuberi padamu nanti. Dan aku tahu kau tak akan kembali. Walau aku bisa berjanji jika kau terjun bebas kau tak akan mati.


Tak apa, aku mengerti.

Leeds, May 13, 2009

Comments

Popular Posts