It's not that you're attractive//but oh my heart grew active...

Sudah dua jam.

Mataku belum juga terpejam.

Dan kamu dipojok sana masih saja diam.

"Sedang apa?"

Mendengar suaraku kepalamu menoleh, sebentar. Lalu kembali melihat keluar, "Aku ingin melihat bintang."

"Masih hujan, sayang..."

"Iya...Tapi mereka pasti datang, sesudah awan menghilang."

Lalu ruangan kembali sunyi. Kau dan aku terdiam lagi. Tatapanmu mengarah ke bawah. Sementara kepalaku menengadah, menatapmu gelisah. Aku tahu kau menekuri kubangan besar dibawah jendela, sampai titik-titik hujan disana berhenti seutuhnya.

Aku tahu apa yang kau cari, tapi kau tak tahu apa yang kunanti. Sesuatu yang lebih mustahil dari hanya sekedar hujan yang berhenti. Tapi kemauan itu tetap saja mendatangi mimpi. Lagi dan lagi.

Kapan kamu akan hanya menatapku sendiri?

Seorang Alchemist berkata pada saat keinginan menghampiri kita, dunia akan berkonspirasi tuk menjadikannya nyata.

Itu memberikan harapan untukku dalam hal kita. Itu sebabnya waktu dulu ku berkata aku mau mencoba. Hidup bersama, mencoba bahagia.

Lalu tahun-tahun berlalu, menyurutkan sedikit demi sedikit anganku yang biru. Semakin lama aku semakin ingin bertemu Paulo Coelho dan berkata, "Aku memimpikan dia dan dia memimpikan yang tiada. Bagaimana jika itu adanya? Dunia akan memilih berkonspirasi wujudkan mimpinya siapa? Bisakah dunia memilih dengan bijaksana? Lalu akankah penantian dan semua rasa percaya yang kupunya jadi sia-sia?"

Kenapa harus kamu yang mengisi cangkir obsesiku.

Benarkah kemasih ada disinianku ini pantas dinamakan delusi? Bagiku aku hanya jadi kesatuan jiwa raga yang berani. Berani pertahankan cita-citanya, bukan menyerah dan pergi.

Untuk apa aku hidup jika jiwaku kaku. Tak bisa menari...denganmu.